Write Hard & Clear About What Hurts - ( The Truth & Healing )
This plot has written at
Januari, 4th 2018
_______________________________________
_______________________________________
After a few time
April 2018 sebentar lagi,
Berarti hampir genap setahun berlalu, sejak
peristiwa itu.
Namun sakitnya masih lekat di ingatan, entah
bagaimana menceritakannya, pada dunia. Meski kutahu, dunia tak peduli dan tak ingin
lagi mendengarkannya.
Fase demi fase aku lewati,
Kecewa – menyalahkannya – menyalahkan diri
sendiri
lalu penolakan, pemberontakan,
hingga akhirnya penerimaan –
penyembuhan diri dan mengikhlaskan.
Hampir setahun juga rasanya, aku bisa melepas
beban yang selama tiga tahun ini mengikat.
Namun kali ini, sambil menulis ini
aku tersenyum pada diri sendiri
“Nah, kali ini
kamu berhasil memenangkannya”
Ini bukan tentang siapa menang dan kalah –
memang.
Bukan siapa benar dan siapa salah, memang.
Hanya saja, berhasil memenangkan diriku
sendiri (bagiku) sebuah pencapaian besar – mengingat aku masih belum bisa
mengalahkan pikiranku sendiri selama ini – selama hampir setahun ini.
________________________________________________________
Fase Pertama – Kecewa dan Luka
________________________________________________________
________________________________________________________
Di minggu pertama kehilangannya, entah
hal aneh, bodoh, dan absurd macam apa yang telah aku lakukan. Tidak tidur semalaman, eng maaf -
bermalam-malam. Mencoba tertawa tapi akhirnya menangis lagi.
Hal lucu yang aku lakukan, print
revisian skripsi dan hanya butuh satu kata random saja di karya tulis ilmiahku
– mengingatkanku atas dirimu – dan aku menangis lagi
(WHAT? Kata kata di SKRIPSI ini kan ilmiah loh,
bisa bisanya?)
Hal lucu lainnya ialah – aku bisa menangis
ketika menonton film komedi – dan malah tertawa menonton film yang kadar
“leluconnya” bahkan receh tingkat dewa. Seperti itu otakku menangkap
ketidakseimbangan antara isi kepala dan hati. Begitu beberapa malam pertama
setelah kehilanganmu.
Setiap malam aku harus ditemani teman
untuk menginap bersama di kost ku (atau paling tidak aku yang ke kost teman
lainnya, supaya setidaknya ada teman bicara) Meski pada akhirnya aku-pun tidak
menceritakan apa-apa, setidaknya, ada seseorang disampingku, membuatku
“sungkan” untuk menangis sesegukan.
(SUNGGUH) its work. Untungnya, di fase
ini, aku masih punya sahabat yang menemaniku setiap malamnya. Meski mungkin ia lelah
aku recoki dan aku selalu main ke kostnya (mianhe Mbak Lis) tapi yang ku tahu,
itu sangat sangat membantu. Ada seseorang disamping kita – membuatku tidak
“terlalu” merasa kehilangan. Setidaknya ada sisi lain yang ditutupi, dari
sebuah rasa “kesendirian”
Dan untungnya lagi – aku menemukan
tempat curhat dan sandaran yang mampu menyemangatiku, mengingatkanku kembali ke
jalan yang “benar”.
Meski begitu,
Meski begitu,
tetap saja fase ini adalah fase
paling berat.
Alih-alih mencoba menjadi wanita
paling malang-paling sial-paling terpuruk lah - di dunia (Saat itu) aku menolak
ingat bahwa : DILUAR SANA pun masih banyak jutaan wanita lainnya yang juga
PATAH HATI – dalam waktu bersamaan denganku – yang entah – jauh lebih berat dan
lebih rumit mungkin dari kasusku.
Aku lupa bahwa ada banyak wanita
diluar sana yang lebih PARAH kasusnya daripada kisahku,
Aku lupa bahwa diluar sana masih
banyak kisah cinta yang tak tertolong ketimbang ceritaku,
Ah ya,,
Namanya kehilangan. Siapa yang bisa
menahan perihnya?
Ku rasa, wanita sekuat apapun – dan –
tidak se-begitu-sayangnya-pun, pasti sedih dan sakit saat kehilangan. Apalagi,
ketika kalian tidak berpisah baik-baik dan atau,, karena orang ketiga, dan
atau..keduanya...
________________________________________________________
Fase Kedua – Menyalahkan-nya.
________________________________________________________
Minggu kedua dan ketiga, hampir lelah
karena setiap malam tidak juga bisa tidur karena overthink dan jangan tanya
kenapa- karena pikiran terus berkelana kemana-mana, seperti batre hp yang ga
bakal habis karena terus di charge – dan dibuat browsing setiap saat.
Hpnya panas – tapi dayanya ga mati-mati.
Begitulah, kiranya. Ah, filosofi macam apa ini?
Hari demi hari berlalu- dengan sakit
yang bertambah juga, setiap hari menerima "kejutan kejutan” – such as –
mendengar laporan kalau mereka bersama, mendengar cerita kalau mereka bersama
sudah sejak lama, bahkan sebelum ia memutuskan untuk pergi meninggalkan aku,
bahwa mereka sudah sempat berkencan selama di pelatihan, dll dll –
Belum lagi yang nyata aku lihat dengan
mataku sendiri, belum lagi menghadapi betapa muak-nya dia menyalahkanku atas
kebosanannya dan memilih pergi dengan yang baru – PADAHAL – (aku) bahkan
tak tau salahku apa?
Belum lagi ini minggu ujian skripsi –
antara mengatur isi kepala supaya tetap fokus pada kuliah dan satunya healing atas kepala dan hati yang unsinkronisasi otomatis. Masih ditambah
perjalanan Kediri-Sidoarjo-Malang, menemui Mbak dan Adik nya (sungguh, mereka saja – karena aku tidak
punya niatan menemuinya) – sekedar “berpamitan”
dengan baik-baik – karena kami pun bertemu dan berkenalan waktu itu dengan
baik-baik. Tapi – itu alibi. Tetap saja, isinya adalah curhatan tanpa henti.
Meluapkan yang ada dikepala – entah apa yang mereka pikirkan – aku pikir –
selama aku lega saat itu, maka aku sedikit terbantu.
Aku berusaha mati-matian bertahan
untuk setia selama TIGA tahun untuk hasil yang TIDAK ADA – tapi aku masih juga
disalahkan atas kehausan mata batinnya akan kasih sayang dan ego untuk
memuaskan keinginannya menaklukkan hati wanita yang baru , AH, harus aku
kemanakan murka ini?
Aku menyalahkannya tanpa henti –
Belum lagi setiap hari masih saja dia
memutuskan untuk muncul – dan menyalahkanku atas hal yang konyol. SUMPAH.
Aaaaaaaaaaaa....
Bagi yang mungkin tau, dan berteman denganku
saat itu, April-Mei 2017, pastilah tau (betapa alaynya aku haha ) untuk SPAM
QUOTES-SPAM QURATUL SURAH-dll dll setiap hari di WA stories dan Snapgram
(Ampuni kealayanku ini,, maklumi yah kadar kekuatan menulis wanita akan meningkan 200% saat patah hati memang
Aku menempatkan diri di posisi yang
Perih, seperih-perihnya
Sakit, sesakit-sakitnya
Aku menyalahkan dia sepenuhnya atas semua
kesalahannya
Untuk ego yang tak tau malu menyalahkanku
padahal jelas salahnya menduakanku
Untuk kekesalanku atas setia yang dikhianati
Untuk kepercayaanku yang hancur karena ditikam
oleh orang yang paling aku sayangi
Untuk waktuku yang terbuang sia-sia menunggu
dan menemaninya selama tiga tahun lamanya
Untuk semua
hati yang aku abaikan hanya karena inginku menunjukkan padamu betapa seriusnya
aku menunggumu – tak peduli apa
Untuk semua maafku selama ini mengalah atas
keras kepalamu yang tak pernah bisa aku atasi - salahmu jadi maafku- begitu
selalu
Untuk betapa malunya aku, atas rencana
keseriusan kita yang kamu batalkan begitu saja. Apa yang harus aku katakan pada
dunia?
Terlebih lagi – BAGAIMANA aku menceritakannya
pada kedua orang tuaku? HAH!!
Aku menyalahkanmu sepenuhnya – untuk seketika
berkata “AKU MEMBENCIMU” segampang itu-semudah itu dari sekian lama aku
mencintaimu – di fase ini, YA, aku lakukan. Mengingat betapa kecewanya aku,
atas sikapmu itu.
Namun, apa kau tau di setiap malamku yang tak
bisa tidur karena menangisimu – di fase ini,
bodohnya
Aku masih berfikir kamu akan menyesalinya, dan kembali, besok,
(betapa bodohnya)
________________________________________________________
Fase Ketiga – Menyalahkanku sendiri
________________________________________________________
Minggu praktek ajar, aku sedikit terobati
dengan kesibukan tugas akhir kampus. Sebulan penuh, Mei-Juni di Madiun. Yang
ini berarti aku tidak sendiri lagi untuk menghabiskan malam malam karena kumpul
dengan teman 1 team di kost Madiun (Dan ya,,memang mataku sudah lelah bengkak
setiap malam, jadi aku memutuskan untuk berhenti menangis) NAMUN – justru di
fase ini, insecurity ku muncul kembali.
Setelah cukup puas bermain pikiran dengan
menyalahkannya,
Aku,
Menyalahkan diriku sendiri
Berbagai macam pikiran berenang dikepala”
“Bagaimana kalau sebenarnya aku yang jelek
ya?”
“Bagaimana kalau sebenarnya ini salahku karena
kurang cantik ya?”
“Bagaimana kalau sebenarnya ini memang salahku
karena membosankan ya?”
“Bagaimana kalau sebenarnya aku yang salah
karena menantinya terlalu lama ya?”
“Bagaimana kalau sebenarnya ini salahku karena
tetap bertahan padahal dia sudah puluhan kali menyuruhku pergi mencari yang
lain ya?” – (SEE? Kamu sejahat itu selalu
padaku – dan aku pun SEBODOH itu masih bertahan denganmu)
Dan pikiran pikiran
lainnya,,,lainnya,,,,lainnya....
Aku mulai membalikkan semua tanda tanyaku
padamu – untukku sendiri.
BODOHnya lagi – aku malah termakan
doktrin-an-mu padaku saat kamu bilang, kita tidak segaris. Kamu tenaga medis
sedangkan aku hanya paramedis. Diantara semua alasan mu yang tidak riil –
bagian ini paling KONYOL menurutku.
Aku pernah menyalahkan diriku semalaman karena
: “Mengapa dulu aku tidak masuk Fakultas Kedokteran sepertimu - tapi malah
ambil Kebidanan”
HAHA – sekarang setiap aku mengingat itu,
ingin tertawa sendiri yang ada.
Tapi itu benar,
Aku sempat terpikir menyesal mengapa dulu aku
tidak sekaya itu mengambil kuliah yang sejurusan-sepertimu – supaya – di masa
kini – aku tidak perlu menghadapi kalimatmu yang merendahkan profesiku
(bagian ini akan aku ingat selalu untuk jadi
cambukku tuk selalu mensyukuri apa yang aku miliki saat ini bukan malah menyesalinya)
Ini nyata –
Aku menyalahkan diriku bahkan atas hal kecil
saja,
Aku menyalahkan diriku mengapa bekerja di
Tarakan dan bukannya di Sebatik, supaya dekat denganmu
Aku menyalahkan diriku mengapa ikut resign
saat kamu resign dan ikut lanjut kuliah saat kamu lanjut kuliah tapi yang ada,
kita malah berpisah
Banyak sekali hal yang aku timpalkan pada
diriku sendiri,
Seperti gelas yang terus dituang air, ia
tumpah kebanyak sisi. Gelasnya masih sama bentuknya, tapi air yang mengali mengisi meluap - tak hentinya mengisi penyesalanku. Sampai bukan penuh lagi
rasanya. Begitu peliknya-begitu bodohnya, aku
Dan ini fase terpanjang selain lainnya. Serasa toxic bagiku.
Hingga aku berhasil ditemukan, oleh
seseorang....
________________________________________________________
Fase Keempat – Penolakan, Pemberontakan
________________________________________________________
Aku ditemukan oleh seseorang (bersyukurnya
aku) seolah dipungut kembali setelah dibuang begitu saja (bahahaks), namun
sedikit hal yang kurang tepat adalah;
Aku ditemukan di fase penolakan.
Aku menolak dicintai. Aku menolak dimiliki.
Aku menolak mudah jatuh hati. Aku menolak
diberi janji lagi.
Aku menolak terikat. Aku menolak sakit hati
lagi,
Meski di fase ini juga, (aku yakin setiap wanita
pasti mengalaminya)
Seperti bunga yang diumumkan pada semesta
bahwa tak lagi ada lebah yang memilikinya, maka “kumbang-kumbang” lainnya
berebut mendekatinya
Ada yang bilang,
“Pria menang memilih, wanita
menang menunggu”
Setelah status dari “relationship” berubah
menjadi “complicated” or “Single” tidak butuh waktu lama bagi pria untuk
mendapat yang baru, beda dengan wanita. Ia memasuki dunia kesendiriannya lebih
dulu, butuh waktu lebih lama. NAMUN setelah itu – justru wanita yang menang
memilih dari beberapa pilihan yang datang menghampiri. Itu hebatnya kekuatan
“menunggu”, (YEAH, HIT IT GIRL)
And its REAL.
Aku mengalaminya sendiri.
Aku menolak jatuh hati, meski ada beberapa
kumbang menghampiri.
Sakit atas pengkhianatan masih lekat di
ingatan,
Tapi begitu hebatnya semesta,
Dan Yang Maha Esa
Ia mampu membolak balikkan hati,
Sama seperti bagaimana orang yang hanya
mencintai kita BERBALIK HATI mencintai yang lainnya
DIA mampu menghadirkan hati yang mampu
mengobati seberapa kerasnya kita mencoba untuk menutup diri
Namun salahku adalah,
Aku ditemukan dalam kondisi yang belum
sepenuhnya,,
...pulih
________________________________________________________
Fase Kelima – Penerimaan
________________________________________________________
Selama bulan Ramadhan, (hingga saat ini) aku tidak lagi sendiri.
Tentang kisah bagaimana ia berhasil mencuri
hati mungkin tak akan aku ceritakan detail disini.
Namun yang ku ingat pasti, kamu berhasil
meluluhkan hatiku.
Saat bagaimana kamu dengan berani menemui
kedua orang tuaku, dan mantap bertemu denganku LANGSUNG dirumahku, Juli tahun lalu, dari Surabaya ke Bondowoso.
Saat bagaimana kamu tiba tiba muncul didepan
rumah (dan selalu begitu, tiba-tiba
muncul), nyatanya mampu membuatku melted
juga.
Benar, aku mungkin jatuh hati atas usahamu,
pengorbananmu,
Aku belum sepenuhnya jatuh hati padamu. Aku
makin tidak mudah percaya pada pria, ya, kau tau bukan?
Sampai akhirnya, Agustus kamu bicara ingin melamarku,
di bulan Oktober
di bulan Oktober
,,itu.
Betapa bahagianya aku,
Betapa sedihnya aku,
Aku bahagia karena kini, ada yang
memperjuangkanku, setelah sekian lama aku lelah jadi sisi yang berjuang sendiri
Aku sedih karena aku sempat menyangsikan janji
Allah bahwa
“ Apa apa milik kita yang pergi akan
kembali dan apa apa yang hilang akan diganti”
dan
“Allah tak akan mengambil sesuatu kecuali
digantikanNya dengan yang lebih baik”
Aku sedih karena sempat tidak percaya bahwa
aku akan “dimiliki” lagi,
Aku sedih karena sempat skeptis bahwa yang
baik juga masih layak dimiliki
Aku sedih karena dalam waktu yang sama, Allah
menunjukkan kuasanya lagi,
Yang lama menyesal dan ingin kembali
Aku semakin sedih karena, harusnya aku bahagia
bukan?
Semua sudah terlihat sekarang, memang benar
dalam islam tidak ada karma, yang ada hanya
**
HIDUP
itu ADIL sebab ALLAH MAHA ADIL,
maka
yang
baik akan kembali baik,
dan
begitupun sebaliknya.
**
Kini aku merasakannya sendiri.
Allah menunjukkannya juga padaku,hasil sabarku
selama ini, hasil doaku menjadi (pihak) yang terdzolimi. Pun wujud ke-adilan-ALLAH-padanya,
aku melihatnya sendiri juga. Aku mulai menerima bahwa aku bahagia,,
Bahwa aku sudah tidak lagi mengingat masa
lalu.
Bahwa aku fokus pada yang saat ini
memperjuangkanku,
Bahwa aku sudah tak lagi peduli pada kenangan
itu.
Bahwa aku tak akan menyakiti yang kini serius,
denganku.
Sebab aku tau rasanya disakiti, maka aku tak
mau menyakiti.
Sebab aku tau rasanya dikhianati, maka aku tak
mau mengkhianati.
Tapi, tak bisa ku pungkiri
Meski begitu kerasnya aku mencoba menerima
kenyataan bahwa aku sudah dimiliki,
Tiba tiba, hal hal lama yang muncul kembali di
ingatan – MEMANG tak membuat marah atau dendam,
Tapi, lebih seperti
...luka yang belum sepenuhnya pulih, dan
terbuka lagi
Aku sadari, ini adalah feedback dimana aku,
begitu KUATnya MENYALAHKAN DIRIKU SENDIRI – saat itu.
Jujur setiap aku melihat mata orang yang
mencintaiku saat ini, aku merasa bersalah padanya.
Aku menerimanya saat lukaku belum sepenuhnya
sembuh – kala itu.
Aku menerimanya saat aku masih menolak untuk
mencintai lagi – kala itu.
Untuk pertama kalinya, aku merasa jahat
padanya. Padanya,
Orang yang memiliki sepasang cincin yang sama,
denganku. Kini.
Maka aku ingin memperbaikinya,
Maka aku ingin memperbaikinya,
________________________________________________________
Fase Keenam – Penyembuhan Diri &
Ikhlas
________________________________________________________
Aku bersyukur dan merasa sangat beruntung
untuk diuji dan mampu melewati semua fase tersebut.
Hal yang perlu aku perbaiki ternyata adalah :
kemauanku untuk benar benar MENGIKHLASkan yang sangat berat
diikhlaskan.
Adalah hal yang harus ku perbaiki yakni,
Menempatkan diri di posisi yang lain, begitu
pun sebaliknya.
Melihat dari sisi yang berbeda – untuk melihat
hal terburuk dari sisi BAIK nya
Hal negatif dari sisi POSITIF nya
Setelah sekian lama berfikir bahwa : aku yang
baik dan dia yang jahat (memang)
Aku mulai mengubah sudut pandangku, lebih luas
lagi
"Bagaimana kalau dia tidak jahat? Atau tidak
sejahat yang aku pikirkan?"
"Bagaimana kalau dia justru baik?"
"Bagaimana kalau dia sudah melakulan hal
yang benar dengan mengkhianatiku?"
(meski itu tidak
baik, jangan dicontoh ya, bagaimanapun berkhianat adalah ciri orang munafik)
-----------------
Aku mulai berfikir dari sudut yang lain - sudut
dimana setiap sisinya aku mampu
benar benar MENERIMA
benar benar IKHLAS
benar benar LAPANG DADA , melepaskannya, memaafkannya, merelakan kepergiannya,
mendoakan yang tulus untuk kebahagiaannya juga, selayaknya ia telah membukakan
jalan untuk kebahagiaanku juga
Aku mulai berfikir jika dia baik.
* Dengan caranya
mengkhianatiku, meninggalkanku, aku justru mampu mengakhiri masa-masa kelam
itu, karena sudah berjuang sendiri, karena kebodohanku atas cinta satu sisi,
aku mampu meninggalkannya juga. Akhirnya
* Dengan caranya
membohongiku, aku mampu menumbuhkan ketidakpedulianku padanya dari
sebanyak-banyaknya cinta yang kupunya untuknya-dulu,
* Dengan caranya
merendahkan profesiku, aku lebih mampu menghargai apa yang ku punya dan lebih
mensyukuri pencapaianku saat ini,
* Dengan caranya
melepaskanku karena bosan aku jadi lebih mampu mengapresiasi kesungguhan orang
lain yang benar benar tulus ingin berjuang bersamaku, aku lebih tau bedanya
yang sekedar sayang dengan yang ingin hidup bersama, yang tak lagi membiarkan
ku menunggu terlalu lama, tak lagi mempermainkan perasaanku,
* Dengan caranya
tak mampu menepati janji yang ia buat sendiri, aku lebih bisa membedakan mana
yang mampu memberi bukti sebagai pria sejati.
Terlepas dari itu semua,
Aku memang berfikir bahwa ia baik.
* Bahwa
keputusannya untuk berpisah setelah 3 tahun adalah jauh lebih baik daripada
masing-masing dari kita malah lebih terluka satu sama lain nantinya jika
bersama sampai ke jenjang yang sakral.
* Bahwa keputusannya
adalah jalan terbaik untuk masing-masing dari kita, terbukti, dengan bagaimana
Allah hadirkan penyembuh lara dan penyempurna hati yang terluka setelah sekian
lama.
* Bahwa
keputusannya untuk memilih mengakhiri adalah hal besar yang memang harus kita
hadapi, mengubah kita jadi pribadi yang makin dewasa dan lebih baik lagi, untuk
mampu saling menyemangati dan mendoakan di jalan masing-masing.
Sebab sekeras apapun kita
berusaha
Jika Allah berkata bukan, maka
tetap bukan.
dan Allah akan gantikan dengan
hal lain yang sama baiknya
atau bahkan lebih.
Begitulah jodoh, sekuat apa
diperjuangkan
Jika Allah berkata bukan, maka tetap
bukan
Namun kadang hal yang tak kita
sangka atau duga
Muncul menjadi penyempurna separuh
agama
dengan begitu yakinnya dengan
begitu mulus jalannya
Begitu Allah bilang iya – maka
jadilah
__________________________________________
وجيدة قد تأتي في طريقك من حيث كنت تتوقع ذلك
“And and
good might come your way from where you least expect it”
Dan begitulah aku mengakhiri yang selama ini
membebaniku,
Melepaskan tiga tahun terakhir dengan
senyuman, menebarkannya pada semesta dengan sepenuhnya keikhlasan.
Jika kemarin saat aku mengingat kata dan atau
kota “Malang” saja, masih ada luka yang terasa pedih di hati,
Sekarang aku mampu MEMENANGKAN DIRIku sendiri
dan mengatakan
“Tidak apa-apa, semua baik baik saja sekarang”
– dan lalu tersenyum ^^
Seseorang pernah berkata padaku,
“IKHLAS bukan sekedar tentang melupakan – tapi
– mengingat tanpa amarah dan dendam”
Karena level terberat dari melepaskan adalah
BERDAMAI dengan DIRI SENDIRI.
Aku bersyukur, aku mampu berdamai dengan
diriku sendiri.
_____________________________________________________________
Jika kemarin aku menyalahkanmu
Kali ini aku berterimakasih padamu, wahai,
masa laluku.
Mari kita jalani takdir kita
Untuk segala hal – aku berterimakasih padamu.
Bagaimanapun, kamu orang baik, dan kita pernah
menjalani hal dengan niat yang baik juga.
Selamat tinggal,
Aku melepaskanmu kali ini, dari pikiranku
Seiring dengan upayaku memaafkan diriku
sendiri juga, mengertilah karena aku butuh waktu sedikit lebih lama untuk
mengikhlaskanmu yang “benar-benar”
mengikhlaskanmu
Semoga hanya hal baik yang dapat kamu kenang
dariku – begitupun aku
Sama seperti kamu menjalani hidup dengan
pilihanmu,
,, aku pun begitu. Mari kita saling mendoakan dalam kebaikan pula.
_____________________________________________________________
Terimakasih untuk seseorang yang tak kuragukan
kesungguhannya. Menemaniku menghapus masa laluku di Malang, meyakinkan aku
bahwa ketakutan terbesarku harus kuhadapi, menemaniku mengunjungi luka
terbesarku untuk kusembuhkan, ah, aku pasti tak sekuat itu jika menjadi dirimu.
Maafkan gadis yang selalu menyusahkanmu ini ya..
Belum terlambat bukan untuk berkata
“I love the
way you love me, thats why I love you more than you can see”
April 2018 is closer, Bae. Lets get ready ©©©
Ucapan terimakasihku juga untuk Mbak
Ayu, Dik Nia, terimakasih untuk mau menerimaku baik-baik dan melepaskanku
baik-baik juga, salam buat Dik Kia dan Dik Bilal, salam untuk keluarga besar,
sehat selalu ya. Terimakasih untuk mendengar curhatanku kala itu, terimakasih
sudah menyemangatiku, menerimaku sebagai keluarga selama ataupun setelah kita terpisah.
Semoga tidak memutus tali silaturahim kita ya.. I love you both.
Terimakasihku untuk Mbak Lisa,
penyemangat dan moodbooster selama masa kelamku di Kediri. Apalah jadinya aku
di malam-malam terberatku tanpa dirimu.
Terimakasihku untuk my bestiest ever –
Beb Ichiey. Tanpamu apalah apalah diriku ini, makasih untuk kost Gajayana
tempatku bermalam (gratis) selalu kalau aku main ke Malang. Kak Dani juga, i
ship you both ever – pokok. Titik ©
Terimakasih untuk semuanya, teman
teman yang sangat mau direpotkan, tempat curhat, tempat berbagi motivasi dan
saling menguatkan, Dik Dewi, Dik Andri, teman teman selama di Tarakan juga
(Sould I say goodbye tho?) Mbak Ana i miss you, Mas Hasbi juga dan Mbak Ike –
semuanya – semuanya – semuanya - Thanks for all love that y’all give to me. I
cant describe it and also cant reply except by prayer.
Semoga bahagia dan kedamaian selalu
bersama kita semua ©©©©©©©©
***
Wahai diriku, kamu pasti sudah jauh lebih baik bukan, sekarang ^^
_____________________________________________________________
Healing comes in waves
and maybe today
the wave hits the rocks
and that's okay
that's okay, darling
you are still healing
you are still healing
you are strong enough to face it all
Komentar
Posting Komentar